Maura, Seorang Fans dan
Seorang Pembenci
“Bruuuk ….” aku menutup pintu dengan keras. Kesal!!! Sungguh
kesal!! Kenapa aku harus sekolah di asrama?? Padahal nem yang aku dapat besar!!
29,7. Ingin rasanya menangis. Tapi, tak bisa, aku bukan lagi seorang anak kecil
yang cengeng, dan bukan seorang yang gampang putus asa. Pokoknya, AKU HARUS
SEKOLAH DI SMP BALEENDAH 1!!! Ya, salah satu sekolah terfavorit di Bandung.
Tapi, karena tuntutan ibu dan pergaulan yang aneh di zaman sekarang, Aku
memutuskan untuk sekolah di asrama, di
Pesantren 67 Persis.
“Sayang, pokoknya kamu harus sekolah di Pesantren 67!” perintah ibu
marah.
“Iya,” jawabku ketus.
Besok, aku harus pergi ke asrama itu. Mungkin saat siang hari.
Jadi, aku harus menyiapkan bajuku, kerudungku,
peralatan mandi selama 1 bulan, peralatan makan, 3 pack buku tulis, 1
pack pensil, 1 pack penghapus, Qur’an, pokoknya yang penting deh! Soalnya capek
kalau ditulis semua. Dalam waktu 30 menit, aku selesai mengerjakannya. Tak
sabar rasanya. Pasti disana seru. Akan ada banyak teman, dan juga kisah seru.
Tuhan, percepatlah waktu.
“Fania, cepat tidur!!” teriak ibu dari lantai 1.
“Iya Bu,” jawabku.
Aku menutup pintu kamar. Lalu, membaringkan tubuhku di kasur, dan
menyelimutinya. Tapi, aku tak bisa tidur. Rasanya masih “dag dig dug” dan
bingung kalau aku sekolah di Pesantren 67. Aku takut kangen ibu, Ade Azmi, dan
Kak Azki. Tapi, dengan bacaan surat seadanya, aku bisa tidur juga. Dan rasa
“dag dig dug” itu hilang. Dan dalam beberapa menit, aku sudah berada dalam
bunga tidurku.
*****
“Fania!!!! Ayo bangun!!! Sholat Shubuh dulu!!!” perintah ibu sambil
menggoyangkan tubuhku.
“Hoam …. iya Bu, sebentar lagi,” jawabku sambil menggeliat.
“Ini udah jam setengah enam!!!! Cepat bangun!!” perintah ibu lebih
keras lagi.
Gara-gara ibu, aku pun berjalan menuju kamar mandi di kamarku. Lalu
berwudhu dan sholat. Setelah itu, aku sholat dan beranjak menuju ruang makan
untuk sarapan. Setelah itu, aku membawa koper dan turun. Ibu sudah ada di
garasi dan sudah menyalakan mesin mobil. Ade Azmi dan Kak Azki juga ikut. Aku
masuk ke mobil dan mobil segera melaju. Perjalanan dari Bandung-Garut sekitar 3
jam. Kalau terjebak macet, bisa 4 atau 5 jam. Di mobil, aku tertidur, karena
kelelahan.
*****
“Fania … bangun …” ibu mengguncang-guncang badanku.
“Hoam …..” aku menguap sambil menggeliat.
“Kita sudah sampai,”
“Iya Bu …”
Aku, ibu, Kak Azki, dan Ade Azmi berjalan ke arah ruang daftar
ulang. Setelah itu, kami menuju ke asrama putri. Kamarku ada di nomor 16. Ada
di lantai 3. Lalu, aku diantar ke kamar nomor 16. Disana, ada seorang orang
anak yang sedang membereskan bajunya dan seorang ibu-ibu yang sedang membantu
anak itu. Aku dibantu ibu membereskan baju untuk dimasukkan ke lemari baju
milikku. Setelah selesai, aku berterima kasih kepada ibu. Lalu, aku turun ke
lantai 1 untuk bertemu Kak Azki, dan Ade Azmi.
“Jaga diri baik-baik ya,” pinta ibu.
“Iya bu,” jawabku.
“Oh iya, ini uang untuk sebulan, jaga baik-baik, nanti kalau sudah
sebulan, kamu bisa minta lagi lewat telepon sekolah. Kamu pulang bulan Oktober,
saat selesai UTS ya,” kata ibu sambil memberi uang sejumlah Rp 300.000,00
“Hiks … hiks …”
“Udah, jangan nangis, udah gede nangis, cemen tau!” kata Kak Azki
menertawakanku.
“Iih .. lagi sedih tau!!! Malah diketawain!!!” kata Ade Azmi.
“Hiks … Hiks … Fania gak mau …” jawabku.
“Eh, kakak kan udah bayar, gak boleh balik lagi,” kata Ade Azmi.
“Eh, udah ah. Fania, jaga diri kamu ya,” perintah ibu lagi.
“Huaaaaaaaaaaaaa ….” tangisku makin meledak.
Ibu memelukku. Lalu Ade Azmi dan Kak Azki. Ayahku sudah meninggal 2
tahun silam. Karena asthmanya kambuh. Ohh … Sedih rasanya. Setelah itu, Ibu, Kak
Azki, dan Ade Azmi pergi. “Assalamu’alaikum,” itu kata terakhir yang aku dengar
dari mulut Ibu. Sedangkan Kak Azki dan Ade Azmi hanya melambaikan tangan
kepadaku. Mereka membuka pintu mobil dan masuk kedalam. Mobil pun melaju
meninggalkan Pesantren 67. Sekarang, tinggal aku sendiri. Daripada aku
menangis, aku kembali ke asrama.
Aku menaiki tangga untuk sampai di lantai 3. Hatiku masih pilu.
Karena sedih rasanya kalau ditinggal ibu, Kak Azki, dan Ade Azmi sendirian di
tempat baru yang belum terlalu aku kenal. Semoga saja, waktu berlalu begitu
cepat hingga aku tak merasakannya. Jadi, aku bisa ketemu ibu, Kak Azki dan Ade
Azmi lagi. Padahal, baru saja aku ditinggal. Rasanya seperti 1 minggu yang
begitu berat. Ibu, Kak Azki, Ade Azmi!!!! Aku rindu!!!
“Hai,,,,” sapa seorang anak yang lebih tinggi dariku.
“Ehm, hai,” balasku sambil mengulum senyum.
“Namaku Syara,” kata si anak.
“Aku Fania,” kataku.
“Kamarmu nomor berapa?” tanya Syara.
“Nomor 16, kamu?” jawabku.
“Nomor 16 juga,” ucap Syara.
“Wah?? Masa sih?” tanyaku.
“Iya,” jawab Syara sambil menggandengku.
“Berarti kita sekamar dong??? “ tanyaku. Tapi, Syara tidak
menjawabnya.
Syara menarik tanganku menuju lantai 3. Disana, sudah ada 6 anak
yang sedang sibuk pada urusannya masing-masing. Aku hanya tersenyum. Sedangkan
Syara berlari menuju kasurnya yang berada di kasur bawah. Kasurku dibawah juga,
karena kalau kasurnya diatas, aku takut jatuh. Jika kalian gak ngerti apa itu
kasur bawah dan kasur atas, akan aku jelasin. Kalian tahu kan, kasur yang dua
tingkat? Nah, itu dia kasurnya, ada kasur yang dibawah dan diatas kan? Pasti
kalian udah ngerti sekarang.
Tak terasa, sudah jam 20.00 WIB. Aku dan teman-teman yang sekamar
denganku bersiap-siap untuk tidur. Aku mencari selimut dan bantal yang masih
disimpan di koper. Lalu, membaringkan diriku di kasur yang empuk. Dan
menyelimuti tubuhku dengan selimut “Bismika allohuma ahya wa ‘amut” itu kata
terakhir yang aku keluarkan sebelum memejamkan mataku yang sudah kelelahan.
*****
Adzan Shubuh berkumandang di pagi yang masih dingin. Aku terbangun.
Lalu, menuju masjid yang tak pernah kosong. Sambil membawa mukena dan sajadah,
aku berjalan ditemani Syara. Hari Senin, 27 Juli 2013. Hari ini adalah hari
pertama aku bersekolah. Aku sudah menemukan teman sebelum masuk sekolah. Tapi,
sepertinya aku belum punya musuh deh, hehe ^_^ iya, memang benar, aku tak punya
musuh.
“Fan, kita jadi sahabat kan?” tanya Syara.
“Boleh,” jawabku sambil membuka sandal dan berjalan menuju pintu
masjid.
“Bener nih?” tanya Syara lagi seperti kurang percaya.
“Iya, iya,” jawabku.
Aku dan Syara duduk di shaf paling depan. Lalu, kami memulai sholat
sunnah subuh. Setelah itu, baru shalat wajib. “Assalamu’alaikum,” imam sholat
kali ini mengakhiri sholat. Aku berdzikir. Setelah itu, pulang ke asrama
masing-masing.
*****
“Assalamu’alaikum anak-anak, hari ini adalah hari yang menyenangkan.
Karena kita nggak akan belajar.
Melainkan memperkenalkan diri! Setuju?” kata Ibu Dineu tegas.
“Iya bu,” jawab para santri kompak.
“Kamu! Maju ke depan!
Perkenalkan dirimu!” tunjuk Ibu Dineu kepada Syara.
“Iya bu!” kata Syara. Lalu, Syara maju ke depan.
“Assalamu’alaikum, nama saya Syara Nurul Azizah. Saya biasa dipanggil
Syara. Umur saya 12 tahun. Asal sekolah saya di SDIT Nurul Arqom di Bekasi.
Terima Kasih. Wassalam.” Itulah kata-kata introduce Syara tadi. Singkat
ya?
“Bagus, ehm, sekarang kamu maju ke depan!” perintah Bu Dineu sambil
menunjuk kepadaku.
Aku maju ke depan “Assalamu’alaikum, nama saya Qaisya Fania Anggia.
Nama panggilan saya Fania. Tapi, kalian juga bisa memanggil saya Qaisya. Umur
saya 12 tahun. Asal sekolah saya di SDIT Fitrah Insani 2 di Bandung. Sekian.
Wassalam.”
Begitulah terus. Semua anak diperintahkan maju ke depan satu per
satu hingga habis. Setelah itu, kami bermain game. Lalu, kami pulang ke asrama
sambil menampakkan wajah gembira.
“Fania, besok kita harus bawa bahan buat kerajinan SBK,,” kata
Syara mengingatkan.
“Oh iya, lebih baik, kita pergi ke koperasi sekolah yuk! Biar gak riweh[1]
nantinya,” balasku.
“Iya, yuk!” ajak Syara.
Kami pun berjalan menuju koperasi sekolah yang terletak di depan
asrama putri. Lalu, kami memilih milih bahan-bahan yang akan dijadikan
kerajinan tangan untuk hari besok. Setelah itu, kami mebayar dan pulang ke
asrama. Wah, sungguh hari yang menyenangkan! Dan aku tak sabar menunggu hari
besok.
*****
Hari Selasa, 28 Juli 2013. Sungguh, aku rindu untuk bersekolah lagi
pagi ini. Aku sudah sarapan dan menyiapkan buku pelajaran yang sudah dibagikan
tanggal 26 Juli 2012. Tinggal menunggu Syara yang belum menghabiskan susu dan
roti selainya. Baru setelah itu, aku bisa pergi ke sekolah dengan Syara.
“Cepet dong,” omelku.
“Iya, sabar dikit kenapa sih?” jawab Syara ketus.
“Iya deh, nenek cantik,” balasku sambil menampakkan wajah gak suka.
“Ini udah selesai. Hayu! Ngomel terus dari tadi!” omel Syara.
Aku dan Syara berangkat ke sekolah. Tapi, kali ini perasaanku tidak
enak. Ehm, biarlah, itu hanya perasaan. Setelah sampai, aku meletakkan tas-ku
di bangku dan pergi ke luar kelas untuk mencari teman baru.
“Hey! Sini!” teriak seseorang.
“Ada apa?” tanyaku.
“Enggak, Cuma mau ngasih kado aja, ini! Terima ya!” ucap anak itu,
lalu pergi.
Aku menerima kado itu. Cukup besar. Warnanya ungu dengan gambar
kartun Doraemon. Lucu, sekali. Aku kembali ke kelas karena 1 menit lagi bel
berbunyi. Setelah sampai, aku memasukkannya ke dalam tas dan menerima pelajaran
dari guru sampai jam pelajaran usai.
“Oke anak-anak, kita akhiri sampai disini, wassalamu’alaikum,” kata
ibu Kania mengakhiri jam pelajaran. Semua anak bersorak dan pergi dari kelas
untuk pulang ke asrama.
“Fan, kenapa sih? Hari ini senyum-senyum terus? Emangnya ada apa?”
tanya Syara.
“Enggak, gak ada apa-apa kok,” jawabku sambil tersenyum.
“Ya udah kalau gak mau ngasih tau!” ucap Syara kesal.
“Nanti aku kasih tahu kok, tenang aja,” kataku sambil
membisikkannya ke telinga Syara.
“Oke deh!” jawab Syara sambil tersenyum senang.
*****
Akhirnya sampai juga. Aku sudah lelah berjalan terus siang ini.
Sekarang, aku mau membuka kado dari anak tadi. Sambil bergidik karena takut itu
binatang, aku membukanya dengan sangat pelan. Ternyata, isinya adalah kue yang
bertuliskan “SELAMAT MENIKMATI” aku memanggil Syara dan menyuruhnya untuk
memakan kue itu. Dan, Syara memakannya.
“Enak, tapi kayaknya ada sesuatu di dalam kue itu,” kata Syara.
“Apa ya? Aku potong tengahnya ahhh…” kataku.
“Iya, silahkan aja.” Jawab Syara.
From :
Someone hate you
Hai,
princess! Sebenernya gue gak mau ngirim surat ini dan ngehabisin duit buat
beli kue. Tapi, gara-gara loe udah ngerebut sahabat gue, mau gimana lagi,
gue gak bisa diem. Oke, gue kasih loe kesempatan. Kalau loe bisa jauhin
Syara sekarang, gue akan maafin loe! Dan, kalau loe gak bisa, liat aja
nanti. Loe bakalan nyesel! Segitu aja deh, dari gue. Loe gak perlu tau
siapa gue. Yang jelas, loe harus jauhin SYARA!
For : Qaisya Fania Anggia
|
“Kenapa Fan?” tanya Syara heran.
“Nih baca!” jawabku sambil memberikan kertas itu pada Syara.
From : Someone like you
Hai, beauty
girl! Aku temennya someone hate you. Tapi, aku gak sebel sama kamu, aku
hanya ingin bilang, aku nge-fans sama kamu. Gak tahu kenapa, tapi,
wajah kamu bener bener buat hati aku tenang Fania! Aku idolamu! Dan aku
ingin menjadi sahabatmu, besok, saat pulang sekolah, temui aku di halaman
belakang sekolah. Jangan lupa ya, tapi, kamu gak akan ketemu aku, hanya
saja aku akan mengirim surat dan sebuah hadiah untukmu, janji ya! Kamu
idola pertamaku lho!
For : Qaisya Fania Anggia
|
Aku melipat surat itu. Aku sedih karena ada orang yang membenciku.
Dan aku senang karena aku mempunyai fans. Perasaan sedih dan gembira
bercampur aduk. Sampai Syara mengagetkanku.
“Kenapa sih?”
“Apa?” tanyaku
“Ehm, ini, kok ada yang benci ke kamu gara-gara aku deket sama
kamu? Aneh kan? Padahal aku gak punya sahabat waktu kelas 6 SD,” jawab Syara
“Besok aja deh, aku capek, lelah, lagian, itu gak penting tahu!”
kataku ketus plus kesal.
“Ok, ok, aku terima keputusan hakim cantik ini deh,” ucap Syara
bercanda.
“Ih!! Apa sih Syara!!” kataku sambil berusaha mencubit pipinya.
“Udah ah! Capek tahu!” ucap Syara sambil menyelimuti tubuhnya
dengan selimut.
“Woy!!! Belum maghrib udah tidur!!! Bangun!!” teriakanku membuat
Syara bangkit.
“Tidur siang neng[2],”
jawab Syara.
Aku membiarkan Syara tidur. Dan pergi ke halaman belakang sekolah.
Setelah sampai, aku duduk di bangku depan dekat kolam ikan dan pohon beringin.
Aku lihat ada seseorang di kursi sebelah. Aku pun mendekatinya.
“Hai,” sapaku kepada anak itu.
“Hai,” jawab anak itu sambil menengok ke arahku.
“Nama kamu siapa?” tanyaku.
“Maura, kamu?”
“Fania,” jawabku.
“Eh, kenapa kamu ada disini?”
“Lagi GALAU,”
“Kenapa?”
“Something,”
“Aku juga,”
“Berarti sama dong, aku galau karena aku mikirin Kakakku yang lagi
sakit, dan biaya pesantren yang belum kulunasi,”
“Gitu ya, kalau aku, karena ada 2 orang yang ngirim surat ke aku.
Satu orang benci ke aku karena deketin Syara, dan satunya lagi nge-fans
ke aku. Dan aku lagi cari orangnya,”
“Kita sama-sama punya masalah ya, Fania,”
“Iya,”
Aku mengakhiri percakapan dengan Maura. Lalu berpamitan kepadanya
karena aku belum shalat ashar. “Hati-hati ya!” itu kata terakhir yang aku
dengar dari Maura. Anak itu cantik, kulitnya kuning langsat, bentuk wajahnya
oval dan cara bicaranya sangat lembut. Sepertinya aku mulai menyukainya. Dan,
ingin mengenalnya lebih lanjut.
*****
Pukul 22.30 WIB. Aku masih belum bisa menutup mata dan terpejam
dalam bunga tidurku. Sepertinya, Maura dan dua orang yang mengirim surat itu masih
aku pikirkan. Entah kenapa, tapi yang jelas, aku gak bisa tidur karena itu. Huh
… Kesal sekali!
Dan karena itu, aku bangun untuk membawa segelas air putih. Dengan
rasa takut yang sangat besar, akhirnya aku bisa mengambil segelas air itu.
Tapi, ketika aku berbalik menuju pintu kamarku, aku mendengar suara tangis
seorang wanita, yang aku ingat, itu pasti suara Maura, tidak salah lagi.
Aku menghampiri asal suara itu. Ternyata, itu berasal dari kamarku
sendiri! Aku mebuka pintu kamarku. Lalu, terlihat Maura sedang menangis di
kasur atas. Aku melongo. Tak sadar kalau Maura adalah anak yang cengeng.
Kenapa? Aku sendiri tak tahu.
“Ehm …, hai, kok nangis sih?” tanyaku malu-malu.
“Hiks …., aku, har …, harus lunasin biaya pensantren, ka …, kalau
enggak, aku dikeluarin Fan …..,” jawab Maura sambil mengelap air matanya yang
terus berjatuhan.
Aku berpikir. Apa aku bisa membantunya atau tidak? Ehm …,
sepertinya iya, karena aku masih punya uang tabungan kelas 6 SD. Aku tersenyum.
Lalu, aku mengajaknya turun dan pindah ke kasurku.
“Jangan khawatir ya, Allah akan nolong kamu kok,” kataku sambil
tersenyum.
“Iya Fania, aku tahu, tapi, aku ingin segera bayar biaya
pesantren,” jawab Maura masih sedih.
“Aku akan ngeluarin uang tabunganku untuk bayar biaya pesantren
kamu, tenang ya, lumayan, uangnya ada Rp 3.930.000,00” kataku.
“Makasih ya, kamu baik banget,” jawab Maura.
“Sama-sama, sekarang, kamu tidur ya,” kataku.
Aku dan Maura kembali ke kasur masing-masing. Dan tidur nyenyak,
karena besok adalah hari yang menyenangkan. Setelah membaca do’a sebelum tidur,
aku berdo’a agar besok aku bisa bertemu dengan orang yang nge-fans sama
aku.
*****
Selepas pulang sekolah ini, aku berniat untuk pergi ke wartel
sekolah yang letaknya hanya 2 km dari Asrama putri. Sebelum itu, aku pergi
menuju halaman belakang sekolah. Aku menemukan sebuah kado dan sebuah amplop
berwarna hijau. Diluarnya tertulis “From : Qaisya Fania Anggia” aku segera
mengambilnya dan pergi ke wartel sekolah.
“Halo! Assalamu’alaikum Bu, ini Fania!” kataku gagang telepon.
“Wa’alaikumsalam, ada ada Fan? Uangnya kurang?” tanya ibu.
“Enggak, Fania cuma mau ngomong, kalau uang tabungan Rp 3.930.00,00
itu kirimin kesini ya,” jawabku.
“Buat apa? Bawa uang jangan banyak-banyak sayang,” kata ibu.
“Buat temen yang lagi butuhin uang Bu, ayolah Bu, please!!!”
pintaku.
“Ok anak cantik,,, besok Ibu kirimin ya, paling nyampenya lusa,
soalnya Ibu mau pake paket express,” balas ibu.
“Makasih bu, udah ya, assalamu’alaikum,”
“Wa’alaikum salam,”
From : Someone like you
Hai,
idolaku! Kapan ya? Aku bisa bertemu kamu dan mengenalmu lebih jauh? Karena
aku kangen sama kamu, idolaku, aku harap kamu bisa jadi yang terbaik, dan
lusa, aku akan bertemu kamu pada acara rapat santri lho!!! Ingat ya, aku
bukan Syara, Maura, atau siapapun yang kamu kenal, aku hanya fans
kamu. Oh iya, besok, kamu ke halaman belakang sekolah lagi ya, aku mau
ngirim surat plus kado lagi, idola, jangan lupa ya! Oh iya, 5 hari lagi,
insyallah aku akan ketemu ke halaman belakang sekolah waktu istirahat. Aku
ini orang yang waktu itu ngasih kue ke kamu! Dan orang yang benci kamu itu
ada di kamar 14 di lantai 3. Sudah ya, orang yang membencimu sedang
memergokiku! Bye!
For : Qaisya Fania Anggia
|
Aku duduk di kasur dan membuka tas untuk mengambil kado dan surat
berwarna hijau. Aku membuka surat itu. Ini isinya
My fans, I miss you too,
kataku dalam hati. Aku membuka kado yang diberikan si someone like you itu. Dan
isinya adalah buku diary berwarna
biru dan sebuah pulpen dengan glitter berwarna warni. Cantik sekali, dan aku
menyukainya.
Di dalamnya buku diary itu tertulis “I LIKE YOU MY IDOLA,”
lalu, di halaman depannya ada tulisan si someone like you. Aku baca dan itu
hanya ada 5 kata yaitu “THIS GIFT JUST
FOR YOU!” dengan kata yang besar dan sangat jelas.
Aku malas membalasnya, karena itu menghambur-hambur kertas. Lebih
baik, aku mencari orang yang membenciku di kamar nomor 14 yang ada di lantai 3
juga. Saat aku masuk, ada 12 orang yang sedang melaksanakan aktivitas
masing-masing.
“Adakah di kamar ini yang membenciku?” tanyaku dengan suara sedikit
dikeraskan.
“Ada!” jawab semua orang yang ada di kamar itu.
“Siapa? Dan kenapa?” balasku.
“Kanita, dia membencimu.” jawab seorang anak yang sedang merapikan
kasurnya.
“Kenapa?” tanyaku lagi.
“Sebab dia gak mau kamu dekat dengan Syara,” jawab semua anak
kompak.
“Kenapa aku gak boleh deket sama Syara?” tanyaku.
“Karena Syara adalah sahabatnya.”
“Tapi, Syara bilang dia gak punya sahabat ketika masih kelas 6 SD,”
“Dia bohong Fania,” jawab seseorang di belakangku.
Aku kaget. Spontan, aku berbalik ke arahnya. Dan, sepertinya, dia
Kanita deh, soalnya kalau bukan Kanita, siapa lagi? Dia maju selangkah lebih
dekat denganku. Aku pun mundur karena ketakutan.
“Ka … mu Kan … Kanita?” tanyaku sambil terbata-bata.
“Iya, ada apa? Masalah ya? Kalau gue ngirim surat ke loe dan benci
ke loe?” Kanita malah bertanya balik.
“Enggak kok, aku hanya ingin tahu, siapa kamu,” jawabku dengan
suara berat.
“Gitu ya, dan si Hayfina udah bilang ke loe bahwa gua benci ke loe
kan? Dan dia ngirim surat yang gue tulis di dalam amplop warna oranye ke
loe?!!!” tanya Kanita membentakku.
Aku hanya diam membisu tak berani menjawab. Hari ini, aku kalah
dengan Kanita. Tapi hari nanti, mungkin aku nggak akan kalah. Aku akan menang
atas izin Allah. Semoga saja.
“Menyingkir dari sini atau gue buat hati loe sakit!!!!” teriak
Kanita dan aku menerimanya dengan perasaan marah.
Aku keluar sambil berusaha menahan tangis. Tapi akhirnya, tangisku
pecah juga, aku berlari ke kamar nomor 16. Disana, sudah ada Syara yang sedang
mengoprek tasku. Aku duduk didekatnya dan menyandarkan kepalaku di bahunya
sambil terus menangis.
“Kenapa?” tanya Syara heran.
“Ka … mu boh … bohong!” ucapku sambil terbata-bata.
“Bohong? Soal apa? Aku gak ngerti! Mendingan, sekarang kamu cuci
muka, tenangin dulu, baru bicara sama aku, oke?” perintah Syara.
Aku hanya mengangguk. Lalu menuju kamar mandi untuk mencuci muka
dan menangkan diri sejenak. Setelah itu, Syara mengizinkanku untuk berbicara
dengannya. Aku senang sekali. Karena aku sudah tak sabar untuk menyampaikan
curhatku ke Syara.
“Kalau sekarang, kamu boleh ngobrol sama aku, silahkan,” ucap Syara
sopan.
“Oke! Tadi, aku ke kamar nomor 14. Disana, ada orang yang benci aku
karena aku deket sama kamu, nah, dia ngaku sahabat kamu, padahal kamu gak punya
sahabat kan? Dan dia malah marah-marah ke aku sampai ngusir segala! Aku sakit
hati tahu!” jelasku panjang lebar.
“Oh, gitu ya, kalau tentang itu, aku belum siap untuk jelasin Fan,
soalnya, aku takut kamu marah,” jawab Syara yang membuat hatiku tidak enak.
“Please! Aku gak akan marah kok,” sambungku.
“Janji ya,” ancam Syara.
“Iya,” jawabku.
“I … ya, a … aku boh … bohong sama kamu, maaf ya, sebenernya
memang, Kanita temen aku, tapi kita musuhan saat nilai UN aku lebih besar dari
dia, maaf ya,” jelas Syara.
29 Juli
2013
Tadi, aku
nangis karena hatiku sakit sama Kanita(lebayyy) dia tadi nyebut nama
Hayfina, tapi aku gak tahu dia siapa. Apa mungkin, Hayfina yang ngirim
surat itu ya? Aku juga pusing. Mungkin besok, aku akan membuka dokumen
murid untuk mengetahui siapa Hayfina. Dan besok juga, aku akan pergi ke
halaman belakang sekolah untuk mengambil surat dari Hayfina. Semoga isinya
menggembirakan hati. Amin.
|
Setelah itu, hari sudah mulai malam. Angin kencang berhembus dari
arah barat. Aku segera bersiap-siap untuk pergi ke masjid. Dan melaksanakan
sholat maghrib.
Hari ini benar-benar melelahkan. Tapi mungkin, besok akan jadi hari
yang lebih melelahkan atau mungkin juga menyenangkan. Aku tak tahu itu. Tapi
kuharap, besok akan jadi hari yang menyenangkan. Hanya berharap.
*****
Halo pagi yang cerah!!! Aku senang sekali. Karena uang dari Ibu
sudah sampai. Jadi, aku akan memberikannya pada Maura. Sekarang, aku sedang
bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dan mengisi lembar hidupku dengan
pengalamanku yang seru. Pasti dong, hehe.
“Sekarang, kenapa kamu lama sih?” teriak Syara dari lantai 2.
“Maaf ya, lagi sibuk nih!” jawabku sambil membenarkan tali sepatu.
Benar kan? Aku sibuk.
“Iya, tapi cepet! Aku tunggu kamu di pintu keluar asrama ya,” kata
Syara.
“Iya deh, gak apa. Sana kamu dulu!” balasku.
Setelah itu, aku dan Syara berangkat ke sekolah. Tapi karena itu
masih jam 06.30, aku mampir dulu ke halaman belakang sekolah. Dan duduk di
kursi yang sama saat bertemu Maura. Sepi memang, tapi tenang, sunyi, dan damai.
Enak rasanya sendiri disini. Tiba-tiba, seseorang mengagetkanku.
“Hai, aku gak akan lupa janjimu lho!” kata seseorang dibelakangku.
Aku menengok kebelakang. Dan ternyata, itu Maura! Ya ampun,
“Astagfirullah, Maura! Ngagetin aja!” balasku sambil berusaha menonjok
lengannya. Hanya untuk bercanda di pagi yang cerah.
“Maaf,” jawabnya.
“Oh iya, uang yang kamu butuhin berapa?” tanyaku.
“1.000.000,00 lagi, ada gak?” dia malah balik bertanya kepadaku.
“Ada! Untung saja,” jawabku.
“Boleh? Bener nih?” tanyanya.
“Iya, ini!” kataku sambil menyodorkan uang seratus ribuan yang
berjumlah sepuluh.
“Makasih ya, kamu baik banget ….,” ucap Maura sambil mengambil uang
itu dan memelukku erat.
“Sama-sama, menolong muslim itu wajib lho!” kataku.
“Eh, anter aku ke ruang kepsek yuk! Mau ngasihin uang ini, please!”
pintanya.
“Iya deh,” jawabku.
Aku dan Maura pun pergi ke ruangan kepsek untuk membayar biaya
pesantren Maura. Setelah itu, kami kembali ke sekolah tepat saat bel masuk.
Untung saja. Kalau tidak, Ustadzah Syifa akan menghukum kami tanpa tanggung!
Aku menjalani hari ini dengan penuh semangat sampai bel tanda
pulang berbunyi. Setelah itu, aku keluar dari kelas dan berjalan menuju halaman
belakang sekolah. Disana, aku bertemu dengan seseorang.
“Woyyyyyyyyyy ….!!!” teriakku.
Tapi sayang, orang itu langsung lari. Aku mengejarnya tapi tak
bisa. Larinya terlalu cepat. Tapi, dia meninggalkan sesuatu di kursi depan
kolam. Sebuah surat berwarna biru muda dan sebuah kado berbungkus angry bird.
Aku penasaran, lalu membawa kado dan amplop itu. Siapa tahu tadi
itu si someone like you. Aku pun pulang sambil memegang surat dan kado itu
dengan riang.
*****
From : Someone like you
Hai, my
idola! Tadi, aku ketemu sama Kanita. Katanya, kemarin kamu ke kamarnya ya? Dan katanya, dia menyebut namaku di
depan kamu? Bener gak? Berarti aku gak usah kasih tahu namaku lagi ya, kamu
kan udah kenal aku, tinggal kamu cari aja dimana aku, bisa kan, untuk your big
fans? Pasti bisa ya, please!!!! Udah dulu ya, banyak homework
yang belum aku kerjain!!! Dan maaf, besok aku gak akan kirim kamu surat
karena besok aku akan ketemu kamu di acara rapat santri dan ingat, 4 hari
lagi, kita akan ketemu di halaman belakang sekolah saat istirahat, jangan lewatkan
kesempatan itu, oh iya, ajak Syara dan Maura ya, aku akan siapin surprise
buat kalian!
For : Qaisya Fania Anggia
|
Aku
lelah deh, setelah sholat isya, aku tertidur lelap, karena besok adalah hari
paling menyenangkan di sekolah ini. Baca terus ya, kelanjutannya
*****
Siang ini, setelah pulang sekolah, aku gak ke halaman belakang. Aku
bakal ke ruang guru buat adain rapat santri. Aku juga gak tahu kenapa, tapi ini
harus dilaksanakan. Dan yang paling kutunggu adalah, saat aku akan bertemu
Hayfina!!!
Tapi tadi, waktu istirahat, aku ke halaman belakang sekolah.
Sayang, Hayfina gak ada. Mungkin dia terlalu sibuk atau apalah. Aku tak tahu.
Setelah sampai di ruang guru, semua santri kelas 7 diajak bicara sama guru.
Menurut aku sih ngomongnya gaje banget! Alias gak jelas.
Semua santri kelas 7 disuruh memilih eskul dan pelajaran di setiap
hari. Aku sih, nanti aja di pegisian daftar. Soalnya kalau sekarang ngantri.
Jadi, aku pulang lebih dulu ke asrama tanpa Hayfina.
Hari ini bukan hari yang
baik!! Dan aku gak suka!!! Huh! Sungguh gak menyenangkan. Tapi, aku harus
ikhlaskan ini. Walaupun kecewa. Ya, mungkin. Harus ikhlas.
Syara sudah pulang duluan dibanding aku. Mungkin dia udah bête
duluan juga kali ya?? Gak tahu tuh! Yang penting, sekarang aku ada temen di
asrama. Dari pada sendirian kan mending di temenin.
“Hai,” sapaku pada Syara.
“Hai, aku lihat surat dari Hayfina dong, please!” pintanya.
“Ehm ….. gimana ya?” tanyaku.
“Please!!!!” jawabnya.
“Iya deh, aku ngalah, hehe” balasku.
“Hore!!!”
“Ini! Tapi, jangan beri tahu siapapun ya, sahabatku,” kataku sambil
menyodorkan kartu ucapan yang diberikan Hayfina.
“Iya, deh!” jawabnya sambil tersenyum.
Aku berbaring lagi di tempat tidur yang benar-benar membuatku
sangat nyaman. Yah, walaupun gak mewah. Mungkin karena aku kecapaian kali ya?
Iya mungkin.
*****
Masih di tanggal 31 Juli 2013. Aku lelah banget. Tadi waktu aku
selesai makan malam, aku ketemu Hayfina. Dia …. Dia sedang bertengkar dengan
Kanita hanya karena aku! Oh, kenapa ini terjadi? Padahal aku tak
menginginkannya.
Sekarang, aku ada di kamar nomor 8 di lantai 2. Tepatnya di kamar
Hayfina. Kebalik ya? Udah ah. Hayfina masih menangis. Sedangkan Kanita ada di
ruang guru. Katanya sih, dia mau di hukum. Tapi, aku tak tahu yang sebenarnya.
“Hayfina, maaf ya, ini semua gara-gara aku,” kataku pada Hayfina.
“Nggak kok, bukan karena kamu, itu hanya salah aku karena nggak mau
nurutin kata Kanita. Tapi, itu demi kebaikanmu, maafin aku ya,” jelasnya sambil
berusaha menahan air mata yang keluar dari matanya yang sipit.
“Ehm …, nggak. Aku hanya ingin minta maaf dan nggak mau tahu
masalah kamu, tapi karena udah terlanjur, gak apa-apa deh, yang penting kamu
udah lebih baikan.” kataku.
“I … ya, makasih udah buat hati aku selalu tenang. Kamu adalah
orang pertama yang menyadarkanku kalau agama lebih penting, Fania,” jawabnya
lesu.
“Sama-sama Hayfina, nanti, kalau kamu ketemu orang yang seperti aku
lagi, langsung aja kenalan. Nggak usah pake kartu ucapan deh! Karena itu buat
orang bingung Hayfina, oke?” tanyaku sambil mengelus bahunya. Karena kalau
rambutnya? Mana bisa? Dia kan pakai kerudung.
“Iya deh, buat idolaku,” balasnya sambil tersenyum manis, sekali.
Aku dan Hayfina berpelukan. Hah …, akhirnya aku bertemu dengan
Hayfina lagi. Rencanaku, aku ingin buat persahabatan sama Hayfina, Syara dan
Maura. Karena mereka orang-orang yang membuat sadar arti hidup ini. Ya Allah,
terima kasih atas semua ini.
Aku kembali ke kamarku. Karena hari sudah larut malam. Pukul 22.55.
Syara sudah menunggu disana. Kayaknya dia mau bertanya atau apalah. Tapi, aku
menolaknya karena aku kecapaian dan segera pergi ke kasurku dan menjatuhkan
diri setelah sebelumnya mengganti baju dengan piyama.
*****
4 Agustus 2013. Hahaha …, ini adalah hari yang paling kutunggu. Gak
apa sih, tapi kan, ini hari penting! Teman-teman ingat nggak? Kalau ingat ya,
makasih kalau enggak, gak apa-apa deh! Kalian tahu, hari ini adalah hari dimana
aku dan Hayfina akan bertemu lagi!! Karena 3 hari yang lalu Hayfina sakit.
Kasihan sekali.
Sekolah baru saja mengistirahatkan semua santri perempuan. Aku
keluar untuk mengunjungi halaman belakang sekolah, seperti dulu lagi. Dan,
ingin bersama Hayfina. Sekarang, aku, Syara, Hayfina, dan Maura jadi sahabat
lho! Benar. Dan aku sangat senang.
“Hai Hayfina!” sapaku kepadanya.
“Hai!” balasnya.
“Ehm …, senang ya, bisa mengenalmu. Dan, senang juga, kita bisa
jadi sahabat.”
“Iya,”
Aku dan Hayfina berpelukan dan mengenang masa lalu disini. Oh,
mengharukan sekali. Dan, aku hampir menangis. Tapi, tidak karena Syara dan
Maura segera datang dan menghangatkan suasana.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar